Karin dan Mandis meminta saran hal apa saja yang harus dilakukan saat bertemu lelaki yang akan dikenalkan Olil, teman calon suaminya.
Dengan rasa percaya diri yang tinggi aku mengarahkan Karin dan Mandis, mereka berdua sampai-sampai tak terasa jika hari hampir Maghrib.
***
Hari ini pertemuan antara Mandis dan Karin dengan lelaki yang akan dikenalkan Olil, aku menjadi deg-degan dengan kelanjutan cerita mereka. 'Semoga berhasil!' batinku.
Jam lima sore, handphone berdering. Sebuah panggilan dan pesan SMS masuk bersamaan, 'Mbak Elva, aku dan Mandis mau ke rumah. Sekarang!'
Aku girang, tiada kepalang. Rupanya mereka berhasil menakhlukkan lelaki angkatan itu. Tapi, baru sebatas bayanganku saja. Semoga benar-benar berhasil.
Tepat jam lima lewat dua puluh satu menit, mereka berdua menghampiriku dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba firasatku tak enak, seperti ada sesuatu, dan benar saja mereka berdua membanjiriku dengan omelan bertubi-tubi, tak terkendali.
"Mbak Elva, katanya kami akan berhasil jika menjalankan semuanya. Mulai dari pakaian, penampilan, dandanan yang sedikit mencolok. Tapi, buktinya mereka tak satu pun yang tertarik dengan kami." Karin protes.
"Iya nih, Mbak Elva. Mandis juga sudah luluran hampir tiga jam. Bayangkan mbak, ti ... ga ... jam!" Mandis sewot.
"Sudah berdoa nggak sebelumnya?" Aku mengalihkan.
Dan keduanya serentak berujar, "Enggak!"
"Ya sudah, itu berarti di tahun depan harus bersabar menyandang gelar Jomblo. Hihi." Aku menutup mulut.
Mandis dan Karin main keroyok, aku hampir terjatuh dari kursi panjang di bawah pohon jambu bol yang mulai berputik. Dan ...
Kriiing! Kriiiiing!
Aku tersentak, suara weker membangunkanku. Rupanya yang kualami semua hanya mimpi. Dan untung hanya sebatas mimpi. Jika di dalam mimpiku mereka benar-benar jadian dengan lelaki angkatan itu dan menikah, aku khawatir terhadap Mandis dan Karin. Karena kata orang zaman dulu, jika kita mimpi seseorang menikah maka orang tersebut akan jatuh sakit, dan anggap semua itu sebatas mitos.
Lalu aku pun mengangkat tangan dan berdoa, 'Semoga Mandis dan Karin mendapatkan imam yang terbaik.'
Aku pun pergi menuju kamar hendak bersiap-siap menemui mereka, namun karena waktu yang telah ditentukan telah lewat ternyata Mandis dan Karin yang datang menemui lebih dulu.
"Mbak Elvaaaa ...!" Karin memanggil.
"Hallo Mbak Elvaaaa ...!" Mandis tak mau kalah.
Haduh! Jangan-jangan mereka mau menyerangku dengan omelan bertubi-tubi, persis seperti mimpiku. Namun, omelan ini bisa jadi karena keterlambatanku menemui mereka.
"Maaf ya, telat bangun!" ucapku seakan tak bersalah.
"It's Ok, Mbak. Slowly aja." Mandis menimpali dengan wajah berseri.
"Tumben nggak marah?" selidikku.
"Itu karena hari ini kami berdua lagi bahagia," ucap Karin.
Karin menceritakan apa yang mereka alami, bertemu teman lama saat mengikuti acara pengajian remaja di Masjid An-Nur kemarin. Dan mereka diperkenalkan dengan para ikhwan penghapal Quran. Lalu dua di antaranya tertarik melanjutkan hubungan ke jenjang lebih serius.
Itulah jodoh, siapa pun takkan bisa menolak, tak bisa meraih, tak bisa mencegah bahkan menghindari. Namun, akan datang di saat yang tepat pada waktu yang tepat. Dan mereka, telah menemukan jodohnya, lelaki yang tidak tampan namun selalu meneduhkan ketika dipandang, sopan, pekerja keras dan hal yang paling membuatku takjub, lelaki yang telah memantapkan hati itu seorang penghapal Quran.
#Harapanku, semoga sahabat SWC dan semua sahabat lainnya diberikan jodoh terbaik. Aamiin.
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar yang dapat membangun tulisan saya.
Mohon maaf, komen yang mengandung link hidup tidak saya publish ya :)