Masih terngiang saat Saya duduk di bangku sekolah dasar kelas 1 dan 2, kami tinggal di kota Bengkulu tepatnya di Sukarami. Saat itu, lokasi tempat tinggal masih banyak pepohonan, sungai yang jernih (Yang apabila berendam di dalamnya, maka kita akan terlihat dari atas jembatan yang tingginya kira-kira 4 meter), selain itu masih terdapat hutan yang tidak begitu rimbun dan bahkan setiap hari Saya bisa mendengar kicauan burung hutan yang bernyanyi riang bersahut-sahutan. Masa-masa kecil begitu indah, apalagi saat sore hari ikut ibu dan beberapa ibu-ibu tetangga ke hutan buat mengambil kayu bakar seperlunya. Ibu begitu sumringah mengumpulkan kayu bakar, karena hasil kayu bakar yang didapat lumayan banyak, cukup untuk memasak selama seminggu. Dan setelah dirasa cukup, bapak-bapak pun mulai mengangkat dan mengangkut kayu bakar tersebut dengan mobil pick up yang telah disewa bersama.
Tidak hanya ibu-ibu saja yang happy, kami anak-anak yang ikut pun ikut happy, terlebih saat ada pohon cupak yang tidak terlalu tinggi yang buahnya telah menguning. "Boleh kami panjat?", setelah ibu mengangguk dengan buru-buru Saya dan teman-teman menyerbu memanjat pohon cupak itu dan memetik buahnya. Kata ibu boleh ambil, seperlunya saja, agar yang lain dan warga di sekitar sini juga bisa memetik buahnya. Bahkan hari itu adalah hari pertama Saya tahu bentuk tanaman paku atau lebih dikenal dengan tanaman pakis, yang setelah dimasak ibu dengan dicampur udang segar rasanya begitu enak dan bikin berselera makan.
Kebayang, betapa tidak bisa move on nya Saya dari masa kecil yang penuh keceriaan itu, bahkan saking banyaknya pepohonan di sekitar rumah dan hutan yang tidak terlalu rimbun tersebut, meski siang bolong pun udaranya tetap terasa segar bagai di pagi hari. Menenangkan, menyenangkan.
Tapiii, itu dulu. Jauh berbeda dengan yang Saya rasakan setelah 19 tahun berlalu. Perlahan hutan yang tidak terlalu lebat itu mulai dipenuhi rumah warga, bahkan kemudian tak ada lagi pepohonan yang tersisa dan hanya tampak sederetan rumah berlantai dua. Kicauan burung yang dulu selalu terdengar ceria, pelan-pelan redup hingga tak pernah terdengar lagi sama sekali. Sungai yang dulu jernih, perlahan penuh dengan sampah rumah tangga, bahkan saat melewati jembatan itu tangan harus menutup hidung, saking berbaunya. Masyaa Allah. Jadi pengen nangis mengingatnyaðŸ˜. Dan Saya berharap, hal ini tidak dialami generasi penerus, jangan sampai mereka hanya mendapat cerita jika Indonesia pernah punya hutan rimba yang kaya akan alamnya.
Lukisan Hutan di Era Serba Canggih
Meski zaman sudah canggih, namun sayangnya hutan yang merupakan paru-paru dunia mulai tak terjaga, dimana pembakaran hutan mulai merajalela, hingga saat hujan yang kapasitas airnya tidak terlalu deras ternyata bisa menyebabkan banjir bahkan longsor, yang katanya merupakan banjir kiriman. Memang, penyebab banjir dan tanah longsor karena faktor alam, tapi itu juga terjadi karena ulah manusianya yang enggan bergotong royong untuk menjaga bumi, malah sebaliknya yang bergotong royong merusak bumi. Semoga kita terhindar dari sifat demikian. Sebab, ruginya toh akan sama-sama kita rasakan.
Keindahan hutan di era serba canggih seperti sekarang ini perlahan bagai permata, saking berharganya mulai sulit ditemukan. Mengapa? Sebab beberapa industri pertanian mulai menyumbang kerusakan, dimana pembakaran hutan terjadi dimana-mana, hingga penggunaan pestisida kimia yang merusak lingkungan.
Bahkan, kebutuhan akan air bersih pun mulai dirasakan, sebab tanah yang dulunya ditumbuhi pepohonan perlahan gundul sehingga tanah tak mampu lagi menyimpan resapan air.
Gandeng Generasi Muda Untuk Hutan Indonesia
Kalau ditanya, apa yang akan Saya lakukan terhadap hutan Indonesia jika Saya menjadi pemimpin? Tentunya akan menggandeng generasi muda dalam menjaga lingkungan dan hutan Indonesia. Sebab, peran generasi muda dalam pelestarian lingkungan hidup sangat penting, karena generasi muda adalah generasi penerus yang nantinya akan mewarisi kekayaan alam. Jika alam tidak dijaga sedini mungkin, apa yang hendak kita wariskan pada mereka?
Dalam proses menjaga kelestarian hutan, tentu saja ada beragam hal yang bisa dilakukan untuk memberi apresiasi kepada pemuda yang cinta lingkungan, seperti misalnya memberi penghargaan berupa program beasiswa yang menjangkau hingga ke pelosok desa. Sebab, di desa juga pastinya tersimpan pemuda-pemuda yang mencintai lingkungan, seperti cinta seorang ibu pada anaknya.
Semoga bermanfaat!
membaca tulisan mbak elva membuatku merindukan bermain di hutan, eh maksudnya melihat keindahan hutan mbak. begitu banyak manfaat untuk kita dan anak cucuku kita, namun sayang banyak dirusak oleh kita sendiri huhu
BalasHapusSemua orang itu membutuhkan hutan baik tua muda maupun anak-anak. hutan itu memiliki peranan penting bagi kehidupan baik manusia maupun hewan dan bahkan Alam juga membutuhkan hutan. Ada baiknya generasi muda lebih peduli terhadap hutan dibanding gadget mereka
BalasHapusSemua orang itu membutuhkan hutan baik tua muda maupun anak-anak. hutan itu memiliki peranan penting bagi kehidupan baik manusia maupun hewan dan bahkan Alam juga membutuhkan hutan. Ada baiknya generasi muda lebih peduli terhadap hutan dibanding gadget mereka
BalasHapus