Bagaikan langit di sore hari, berwarna biru sebiru hatiku. Sebuah lirik lagu yang pastinya sudah tidak asing di telinga kita. Tapi, bagaimana jika langit sudah tidak lagi biru? Yang tentunya akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.
Mengapa demikian? Ya jelas. Itu disebabkan konsumsi BBM ramah lingkungan di Indonesia masih minim, sebagaimana berdasarkan data Pertamina, konsumsi BBM gasoline khususnya di Jawa, Bali dan Madura sejak tahun 2020 per Januari hingga Juni 2020 terdiri dari pertalite 65%, premium 18,4%, pertamax 15,8% dan turbo hanya 0,8%. Seperti yang kita ketahui, pulau Jawa termasuk berpenduduk terbanyak di Indonesia. Bisa dibayangkan, dengan jumlah penduduknya yang banyak, dan menggunakan kendaraan pribadi dengan penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan, berapa persen indeks kualitas udara kita?
Satu jawaban untuk permasalahan tersebut, yakni kesadaran. Perlunya kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan BBM Ramah Lingkungan. Apalagi masyarakat kita mayoritas memiliki kendaraan roda dua. Seperti beberapa kepala keluarga yang pernah Saya temui di kompleks tempat tinggal, dimana anggota keluarga berjumlah 5 orang (terdiri Ayah, Ibu dan 3 orang anak dewasa) masing-masing memiliki kendaraan bermotor ditambah 1 mobil. Nah, bisa kita bayangkan, jika 1 kepala keluarga semisal memiliki 2 motor saja, menggunakan BBM tidak ramah lingkungan (1 motor menghasilkan 8.500 ton polutan/ hari x 2 motor = 17.000 ton polutan/hari) dikali 20 kepala keluarga dalam 1 RT, maka sebanyak 340.000 ton polutan/ hari untuk 1 RT saja yang menyebar mengotori kualitas udara kita.
Kesadaran masyarakat inilah yang perlu digalakkan bersama, karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat kita yang lebih memilih murahnya harga BBM ketimbang kualitas BBM itu sendiri.
Iya, murah, sehingga banyak yang memilih untuk menggunakan BBM beroktan rendah seperti premium. Tapi, tahukah kita jika bahaya BBM beroktan rendah inilah yang mencemari lingkungan yang ujung-ujungnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Seperti yang pernah Saya alami saat berkendara menggunakan sepeda motor, dimana dari Depok menuju Balai Sudirman Jakarta jalanan dipenuhi dengan padatnya kendaraan. Membuat dada Saya sesak akibat polusi dari kendaraan yang ada di depan, samping kiri dan kanan dan juga belakang Saya meskipun saat itu Saya menggunakan masker.
Jika keadaan ini tidak segera diantisipasi dengan baik, maka kita bisa saja terserang berbagai penyakit. Bahkan, beberapa penelitian lokal di Indonesia menunjukkan bahwa polusi udara berhubungan dengan masalah kesehatan paru seperti penurunan fungsi paru (21-24%), Asma (1,3%), kanker paru (4% dari kasus kanker paru) dan prevalensi (6,3%) pada bukan perokok.
Untuk itu, perlunya kita meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran, apalagi dampak yang ditimbulkan pada kesehatan tidaklah sedikit.
"Tidak ada alternatif selain membersihkan udara. -- Dr David Diaz - Sanchez
Sangat disayangkan jika udara yang kita hirup kian menipis kebersihannya. Cobalah sejenak berjalan-jalan ke rumah sakit, dimana pasien dirawat dengan selang oksigen yang dipasang ke organ pernapasannya. Berapa biaya yang dikeluarkan demi satu tabung oksigen per hari dalam setahun? Tentu tidak terbayangkan oleh kita yang masih diberi nikmat kesehatan. Jadi, sebelum sakit karena pencemaran udara, kesadaran kita semua diperlukan.
Korelasi Antara BBM Oktan Rendah dengan Pencemaran Udara
Kalau ditanya apa korelasi antara keduanya, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) belum lama ini menyimpulkan jika hadirnya bahan bakar dengan oktan rendah atau kualitas buruk dapat membantu meningkatnya pencemaran udara yang apabila dibiarkan akan membahayakan. Kendaraan yang menggunakan bensin sekarang ini harus menggunakan oktan dengan minimal 91 atau Pertamax (RON 92). Jika kurang dari itu maka dapat memicu terjadinya knocking atau mengelitik pada mesin kendaraan.
Nah, ketika mesin kendaraan mengelitik inilah yang dapat membuat bahan bakar terbuang, sehingga tidsk hanya dapat menyebabkan boros dalam penggunaan bahan bakar, akan tetapi juga dapat meningkatkan polutant hidrocarbon, karbon monoksida, serta nitrogen dioksida.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar pencemaran udara makin berkurang, yakni dengan mengajak masyarakat menggunakan BBM ramah lingkungan melalui program Langit Biru wilayah JaMaLi (Jawa, Madura dan Bali).
Sebenarnya, program Langit Biru telah diluncurkan pertama kali pada tahun 1996, oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996. Hanya saja, untuk menjadikan wilayah JaMaLi menjadi wilayah yang benar-benar memiliki kualitas udara yang baik, tentunya butuh waktu dan kerjasama semua pihak terutama pengguna kendaraan itu sendiri.
Pasalnya, kesadaran masyarakat yang masih minim inilah menjadi kendala terbesar dalam mewujudkannya. Dalam hal ini, melalui webinar yang Saya ikuti beberapa hari lalu dengan tajuk "Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru" yang diselenggarakan atas kerjasama YLKI dengan Kantor Berita KBR (11/02/2021), mengajak semua lapisan masyarakat akan pentingnya menggunakan BBM Ramah Lingkungan.
"BBM kotor (bensin premium, solar) pemicu krisis udara bersih dan gagalnya program langit biru di Jakarta Bodetabek bahkan Indonesia. Indeks kualitas udara di Jakarta (AQI) terus menurun dengan skor 175, unhealthy.
Pada kesempatannya, Faby Tumiwa selaku Institute for Essential Service Reform (IESR) menyampaikan jika "Kualitas bahan bakar harus diperhatikan semua pihak, khususnya negara dan pemerintah harus membuat standar."
Standar BBM Ramah Lingkungan ditunjukkan dengan nilai oktannya, dan Pertamina terus mendorong penggunaan produk BBM berkualitas yakni Pertalite dengan RON 90, Pertamax RON 92, Pertamax Plus RON 95, dan Pertamax Turbo RON 98. Dan, apabila kurang dari itu, maka dapat menyebabkan polutan.
Dalam hal ini, pertamina sudah secara aktif mendukung program Langit Biru dengan tujuan memberikan pengalaman pada konsumen dalam menggunakan BBM ramah lingkungan melalui Program Langit Biru tersebut. Program ini sudah mendapat dukungan regulasi dari pemerintah daerah, YLKI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup DKI, serta Kementerian Kesehatan.
Fanda Chrismianto selaku Sales Area Manager Pertamina menyampaikan jika saat ini Pertamina sebagai produsen bahan bakar telah menyediakan BBM dengan kualitas yang baik serta ramah lingkungan dan tentunya respon masyarakat sangat positif.
Nah, itulah beberapa informasi yang perlu diketahui bersama. Semoga bermanfaat!
Referensi
* Webinar Diskusi Publik dengan topik "Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru" via Zoom (11/02/2021).
wah iya, ya tingkat polusi apalagi di kota memang seamkin memburuk makanya harus ada solusi yang harus didukung masarakat luas
BalasHapusOooh, program Langit Biru ini dari Pertamina ya. Ternyata digagasnya sudah lama sejak th 96. Semoga dg oenggunaan BBM ramah lingkungan bisa mengurangi pencemaran udara...Biar kita bisa bernapas dengan O2 yang bersih dan segar.
BalasHapus