"Petani hebat berekonomi kuat" sebuah motto dari salah satu penerima penghargaan Desa Sejahtera Astra (DSA) tahun 2022.
Namanya Pak Biwi Suwito, lebih akrab disapa Pak Biwi. Kegiatannya sebagai offtaker pertanian dan perkebunan inilah yang membawanya menjadi salah satu penerima penghargaan Desa Sejahtera Astra (DSA) dengan memperkenalkan Kopra Putih sebagai produk unggulan kawasan pedesaan (Prukades) di Desa Hiligawolo Provinsi Sumatera Utara.
For Your Information! Prukades merupakan sebuah program yang diyakini dapat menggerakkan pelaku usaha di desa, yakni masyarakat, Bumnag/Bumdes, pemerintah dan juga swasta untuk dapat bersinergi dalam menggerakkan roda perekonomian, sehingga dapat tercipta kesejahteraan masyarakat di desa. Perlu diketahui, jika kemiskinan di desa bisa cepat teratasi jika masyarakat desa diberi kesempatan untuk memiliki usaha, namun yang menjadi permasalahannya adalah masyarakat mengalami kesulitan dikarenakan tidak memiliki akses pasar yang menjanjikan, tidak tersedianya industri pasca panen dan minimnya permodalan. Dengan menjadi salah satu program Astra, diharapkan permasalahan yang dihadapi tersebut dapat teratasi.
Di Balik Kisah Kopra Putih
(Pict. Biwi Suwito)
Jika kita amati, ada dua jenis kopra yang dijual di pasaran, yakni kopra putih dan kopra cokelat. Kedua jenis kopra ini menghasilkan warna yang berbeda dikarenakan melalui proses yang berbeda, jika kopra putih dihasilkan dari proses pengolahan yang menggunakan mesin pengering, sedangkan kopra kecokelatan melalui proses dijemur dan diasapi.
Jika ditanya, lebih memilih membudidayakan kopra putih atau kopra cokelat? Tentunya harus disesuaikan dengan keinginan pasar, hal inilah yang dilakukan oleh Pak Biwi. Pada tahun 2010 lalu beliau melakukan ekspedisi dari pulau Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi untuk meneliti langsung mengenai kehidupan petani kelapa di Indonesia. Nah, dari hasil penelitian itulah ditemukan sebuah fakta dan banyaknya persoalan yang dihadapi oleh petani kelapa, mulai dari regulasi yang tidak ada di pemerintah, hingga SDM petani kelapa yang rendah. Hal itulah yang membuat monopoli harga pasar dan industri membuat mayoritas petani kelapa tidak mendapatkan kesejahteraan ekonomi. Miris.
(Pict. Biwi Suwito)
Menurut Pak Biwi, salah satu yang paling rentan yang ditemui waktu itu adalah di Kabupaten Indragiri hilir Riau. Kabupaten ini merupakan kabupaten yang mempunyai kebun kelapa paling luas di Indonesia, kurang lebih 360 ribu Hektar. Di Kabupaten ini sebanyak 70 persen warganya menggantungkan hidup dari kebun kelapa, kabupaten ini juga mempunyai beberapa industri maju, seperti Sambu group dan lainnya, akan tetapi kehadiran industri ternyata belum mampu menjawab persoalan petani kelapa di Kabupaten Indragiri hilir tersebut.
"Kelapa yang diterima industri adalah kelapa kualitas super". ~ Biwi Suwito ~
Permintaan dari industri adalah kelapa kwalitas super, sedangkan Kabupaten Indragiri hilir merupakan daerah rawa dan kepulauan dengan akses transportasi adalah parit dan air. Sehingga membuat kwalitas kelapa banyak yang menjadi rijek dan membuat petani kelapa menjadi rugi. Karena permasalahan itulah, yang membuat Pak Biwi beserta timnya termotivasi untuk mencari cara bagaimana mengatasi hal tersebut, yakni dengan memberi pendampingan kelapa rijek menjadi prodak yang mempunyai nilai baik.
Setelah dua tahun mempelajari kondisi petani kelapa serta mencari informasi mengenai sebuah produk yang di butuhkan pasar, sehingga pada tahun 2012 Pak Biwi dan timnya menemukan informasi dari Pasar India dan Pakistan tentang kebutuhan terhadap kopra putih. Melihat peluang dan kebutuhan pasar terhadap kopra putih inilah kemudian Pak Biwi dan tim melakukan produksi yg bersifat pemberdayaan di Desa Beringin Mulya Kabupaten Indra giri hilir Riau. Dari sinilah melalui berbagai informasi media sosial akhirnya kopra putih cukup dikenal di Indonesia. Dan Dengan support Astra, maka pendampingan ekonomi yang berbasis pemberdayaan kini dilakukan juga di beberapa desa di Nias Utara Sumatra Utara.
(
(Pict. Biwi Suwito)
Setiap usaha tentu ada rintangan, hal itulah yang dihadapi Pak Biwi saat memulai produksi kopra putih. Mulai dari minimnya modal, skema bisnis hingga SDM petani kelapa di desa tersebut. Sehingga untuk memulai memproduksi saja dibutuhkan waktu hingga 8 bulan sosialisasi dan 6 bulan produksi, barulah diterima pasar Pakistan. Bayangkan, selama produksi hingga tahun 2018, Pak Biwi beserta timnya melakukan produksi dengan cara yang sangat tradisional, yakni dengan cara penjemuran dan fumigasi dengan menggunakan tenda terpal. Sehingga banyak persoalan yang dihadapi petani saat musim hujan.
(Pict. Biwi Suwito)
Namun, siapa sangka jika pada tahun 2019 Pak Biwi mendapat support dari Astra melalui program Desa Sejahtera Astra (DSA), yanki dengan dibuatkannya teknologi sederhana yaitu Solar Dome di beberapa titik di Indragiri hilir, sehingga Pak Biwi beserta petani kelapa mampu membuat produksi yang lebih cepat dan berkualitas baik. Jika pada tahun 2013 hingga tahun 2018 produksi kopra putih di Indragiri hilir masih berkisar di 300 ton setiap bulannya, setelah mendapat suport dari Astra melalui pemicu solar dome di tahun 2022 pasca covid, produksi kopra putih menjadi hampir 800 ton/ bulan. Sebab, Solar dome support dari Astra yang awalnya hanya 20 solar dome, sekarang di duplikasi petani bahkan hampir di seluruh Inhil yang jumlahnya ± 700 solar dome.
Support yang diberikan oleh Astra telah banyak membuat kemudahan untuk petani, mulai dari peningkatan kapasitas, informasi pasar yang lebih luas, hingga skema bisnis yang lebih terkemuka.
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar yang dapat membangun tulisan saya.
Mohon maaf, komen yang mengandung link hidup tidak saya publish ya :)